Ma'af bukan bermaksud berdakwah, hanya reportase kebetulan
Jum'at 14 Desember 2012 kemarin mengikuti sholat jum'at di masjid kanwil DJP
Jatim III Malang, dengan tema yang menurut penulis cukup menarik . Di masjid yang berukuran sekitar 20 m X 20 m yang dipenuhi
jama'ah tersebut Khatib dalam khutbah jum'atnya menukil surat At-Tahrim ayat 6
yang berbunyi:
Allah Ta’ala berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman,
jagalah dirimu dan keluargamu dari api Neraka yang bahan bakarnya manusia dan
batu”.(At-Tahrim : 6)
Menjaga keluarga dari siksa api neraka adalah wajib
hukumnya, sebagaimana disampaikan Alloh dalam firman-Nya diatas. yang menjadi
pertanyaan barangkali bagaimana caranya kita melakukannya, tidak lain adalah
dengan ilmu. Ilmu dapat membimbing, menuntun kita kepada jalan yang semestinya
kita lalui, dengan ilmu kita terbimbing kepada tujuan yang kita harapkan yaitu
Jannah. Ilmu bak cahaya dikegelapan malam. maka tidak heran kalau Alloh dan
Rosulnya menyanjung orang-orang yang berilmu di dalam firman-Nya dan sabdanya.
Untuk memenuhi kebutuhan ini mestinya kita mengajarkan
kepada keluarga kita akan ilmu. Karena itu, adh-Dhahhak dan Muqatil menafsirkan
ayat tersebut diatas , "Wajib bagi setiap muslim, mengajarkan
keluarganya, kerabat dan hamba sahayanya akan apa yang
diwajibkan oleh Allah atas mereka, dan apa yang dilarang-Nya.” Hal senada
dikatakan oleh At-Thabari, “Hendaknya kita mengajari anak-anak dan
keluarga kita masalah agama dan kebaikan, serta apa-apa yang
penting dan dibutuhkan dalam persoalan adab dan akhlak.
Khatib juga menyampaikan agar kita sebagai seorang muslim
mengajarkan rasa malu atau menanamkan budaya malu kepada istri dan anak-anak
kita. Hadits Shahih Bukhari ke-24 : َDari Salim bin Abdullah, dari ayahnya, ia
berkata, "Rasulullah SAW lewat di hadapan seorang Ansar yang sedang
mencela saudaranya karena saudaranya pemalu. Maka Rasulullah SAW bersabda,
'Biarkan dia! Sesungguhnya malu itu sebagian dari iman". Khatib
mencontohkan salah satu yang perlu kita jaga dalam menumbuhkan rasa malu adalah
cara kita berpakaian. Dalam islam tuntunan dalam berpakaian baik muslim maupun
muslimah sebenarnya sudah jelas. Salah satunya agar pakaian yang kita kenakan
biisa menutup aurat kita. Untuk laki-laki minimal dari lutut sampai ke pusar,
sedangkan untuk perempuan ada dua pendapat, pendapat pertama aurat perempuan
adalah seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan, sedangkan pendapat kedua
adalah seluruh tubuh kecuali mata dan telapak tangan. Maka untuk muslimah terkadang
kita jumpai yang pakai cadar ada juga yang pakai jilbab dengan muka masih kelihatan. Dan kalau
kita menemui muslimah yang memakai cadar sehingga cuma kelihatan matanya saja
bukan berarti mereka adalah istri teroris, karena cara berpakaian yang demikian
ini memang juga diajarkan dalam islam.
Memang kalau kita ikuti pemberitaan media selama ini kebetulan istri para
tersangka teroris berpakaian seperti ini. Karena sebetulnya islam mengutuk
aksi-aksi kekerasan apalagi yang sampai menewaskan orang-orang yang tidak
bersalah.
Sekali lagi khatib mengajak hadirin untuk instrupeksi diri
apakah istri dan anak-anak kita sudah berpakaian sesuai tuntunan? Karena
fenomena yang terjadi di masyarakat Indonesia yang katanya lebih 90% beragama
islam tersebut tetapi apa yang kita temui
justru sebaliknya, muslimin dan muslimat mengumbar aurat bahkan untuk
perempuan banyak kita temui yang walaupun berpakaian tapi maaf bisa dikatakan
setengah telanjang. Banyak kita jumpai kaum muslimin ketika berolahraga memakai
pakaian yang mempertontonkan aurat, apalagi kaum muslimatnya. Naudzubillah.
Khatib juga mengingatkan ditengah begitu gencarnya
pemberitaan tentang kasus-kasus korupsi yang memang semakin hari bukannya
semakin berkurang, sebagai orang tua disamping membudayakan rasa malu kita
hendaknya menanamkan nilai-nilai kejujuran pada anak-anak kita. Minimal kita
sampaikan agar kalau ujian tidak mencontek atau ngerpek. Kita tanamkan pada
anak bahwa Allah selalu mengawasi kita. Untuk apa kita mendapat nilai bagus
tetapi melakukan kecurangan yang pasti dicatat oleh Allah dan akhirnya akan
masuk neraka. Ini hanya salah cara mengajarkan nilai kejujuran pada anak-anak
kita yang semakin dini akan semakin baik. Tetapi kita lihat yang terjadi di
masyarakat kita seorang guru maupun orang tua hanya karena gengsi si anak agar
mendapatkan nilai yang baik disekolah tidak jarang menghalalkan segala cara.
Mungkin masih ingat kasus salah satu SD
di Surabaya yang sempat meramaikan pemeberitaan dimana sang guru yang
seharusnya menjadi tauladan malah memberikan bocoran jawaban kepada siswanya
hanya karena alasan agar tingkat kelulusan di SD tersebut tinggi. Kalau sudah
demikian apa yang bisa kita harapkan?
Diakhir khutbahnya khatib kembali mengajak kepada hadirin
“Marilah kita nafkahi keluarga kita dengan
rizki yang halal. Jangan biarkan sedikitpun dalam darah diri dan keluarga kita
mengalir makanan atau minuman dari hasil korupsi. Karena dengan membiarkannya
berarti kita membiarkan mereka untuk disiksa di neraka jahanam”
Untuk itu patut kita tanyakan pada diri kita sudahkah
menjaga anak dan istri kita dari api neraka?
Salam
Tidak ada komentar:
:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g:
:h: :i: :j: :k: :l: :m: :n: :o: :p:
Posting Komentar