M. Rasyid Amrullah Rajasa |
Seperti yang terjadi dalam penanganan kasus laka lantas yang
melibatkan Rasyid Rajasa yang tidak lain anak dari Menko Perekonomian Hatta Rajasa, sungguh
membuat masyarakat gemes. Aparat penegak hukum sepertinya sudah benar-benar tak
peduli lagi dengan keadilan masyarakat. Mereka hanya bisa garang saat
berhadapan dengan orang kecil, tetapi seketika nyali menciut saat berurusan
dengan para penggede. Segala macam kritik masyarakat hanya masuk kuping kanan,
lalu keluar kuping kiri.
Perbedaan perlakuan
itu sangat kentara sekali. Kita masih ingat beberapa hari yang lalu
Jamal sopir angkot yang langsung ditahan setelah
ditetapkan sebagai tersangka atas meninggalnya Annisa Azward mahasiswi yang
melompat dari angkot yang di kendarainya. Masyarakat juga belum lupa dengan
Andika Pradika sopir grand livina maut yang juga langsung ditahan, padahal ia
sempat dikeroyok oleh warga, dan berdasarkan informasi dari teman-temanya yang
menjenguknya ia sempat trauma berat.
Publik juga belum lupa dengan model cantik Novi Amilia, dengan honda
jazznya yang menabrak polisi dan beberapa orang lainnya juga ditahan oleh
polisi. Apalagi dengan kasus lakalantas yang cukup menghebohkan yang terjadi di
Tugu Tani Jakarta tahun lalu yang melibatkan Afriyani Susanti, polisi tidak
pikir panjang untuk langsung menahan Afriyani dan kawan-kawan.
Memang dalam menentukan seseorang tersangka perlu ditahan atau tidak , aparat
penegak hukum biasanya mendasarkan pada alasan objektif maupun subjektif.
Tetapi khusus kasus Rasyid Rajasa kayaknya alasan tersebut tidak berlaku.
Sekarang coba kita bandingkan dengan penanganan hukum
lakalantas yang melibatkan Rasyid Rajasa. Padahal dengan kasus yang hampir sama
dengan contoh-contoh diatas tetapi karena terjadi pada anak dari pejabat negara,
sangat jelas sekali perlakuannya. Dari awal kejadian sampai proses pelimpahan
perkara ke kejaksaan dan tanggal 14 Januari lalu telah dilakukan sidang
perdana, Rasyid Rajasa masih menghirup udara bebas , alias belum pernah
ditahan. Bukan hanya itu perbedaannya, kalau pelaku yang lainnya dilakukan
serangkaian tes mulai dari urin,
alkohol, narkoba, sampai ada yang digunakan lie detector, tetapi itu
tidak berlaku bagi Rasyid Rajasa. Kabarnya ia hanya di tes urin, itupun kita
tidak tahu kebenarannya karena polisi terkesan tidak transparan akan hal
ini. Kenapa tidak dites rambut, seperti
yang diperlakukan BNN pada kasus Rafi Ahmad. Pengungkapan identitasnya pun
polisi seolah ragu, tidak seperti kasus yang lain polisi langsung mengumumkan identitas
pelakunya. Ya, itulah bedanya anak pejabat dengan rakyat biasa. Kita hanya bisa
mengelus dada dan mengehela nafas panjang.
Seandainya penulis jadi Hatta Rajasa yang informasinya akan
mencalonkan RI 1 tahun 2014 nanti, pasti akan bilang pada pak polisi,
kejaksaan, maupun pengadilan, agar memperlakukan kasus lakalantas anaknya
seperti semestinya. Kalau yang lain di tahan ya supaya ditahan juga. Kalau yang
lain dites macam-macam ya semestinya sama juga dengan Rasyid. Karena dengan
perlakuan yang sama, penulis yakin tanpa pasang iklan di berbagai mediapun, ini
merupakan kampanye yang benar-benar positif bagi seorang Hatta Rajasa. Tetapi
dengan posisi seperti sekarang, publik sudah terlanjur memberi stigma negatif
pada Hatta Rajasa, yang tentu akan sulit sekali memperoleh dukungan dan kepercayaan
dari masyarakat.
Yah, itulah sekelumit kisah Rasyid Rajasa yang kayaknya pas
sebagai simbul ketidakadilan perlakuan hukum aparat penegak hukum di negeri
ini. Kita hanya bisa berdoa mudah-mudahan Indonesia dipberikan
pemimpin-pemimpin yang benar-benar amanah, yang bisa menegakkan hukum dinegeri
yang kita cintai ini. Semoga...
Tidak ada komentar:
:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g:
:h: :i: :j: :k: :l: :m: :n: :o: :p:
Posting Komentar