Foto : Kasus Lapindo vs Kasus Century |
Beberapa hari yang lalu, mencuatnya berita tentang lapindo
ini disampaikan oleh SBY yang atas nama Presiden RI, dan disampaikan dalam
forum resmi, rapat kabinet, yang tak urung menimbulkan kegaduhan di media,
dengan berbagai tafsirnya. Ada yang menyebut SBY sedang mengalihkan perhatian
ditengah kemelut yang mendera partai demokrat yang menyebabkan elektabilitasnya
semakin menurun, ada juga yang berpandangan wajar sebagai kepala negara
menyampaikan hal seperti itu. Terlepas pro dan kontranya penyataan SBY
tersebut, menurut penulis lapindo memang harus segera menyelesaikan hutangnya
kepada masyarakat yang totalnya sekitar 800 milyar, mengingat sudah terlalu
lamanya kasus ini terjadi. Kasihan masyarakat yang kehilangan tempat tinggal,
tempat usaha, yang sampai sekarang belum ada kejelasan batas waktu
penyelesaiannya.
Lain lapindo lain pula kasus century. Kasus ini juga tak
kalah hebohnya dengan kasus lapindo, hal ini karena diduga adanya
penyalahgunaan wewenang gubernur BI waktu itu, yang sekarang menjadi wapres.
Hampir setiap hari tiada berita yang paling sayang dilewatkan kecuali berita
tentang century, terutama saat dibentuknya pansus century oleh DPR dimana
disetiap sidangnya disiarkan secara live oleh
beberapa televisi swasta, dan sudah pasti menjadi head line diberbagai media, seolah energi bangsa terkuras dalam
kasus ini. Dan yang hampir sama dengan kasus lapindo, kasus century yang telah
berlangsung beberapa tahun ini, ternyata sampai sekarang belum kelar dan masih
menyisahkan berbagai persoalan, terutama yang menyangkut nasaba antaboga.
Kedua kasus baik lapindo maupun century ini, walaupun
terjadi pada tempat dan waktu yang berbeda ternyata banyak memiliki kesamaan,
diantaranya lamanya dan berbelit-belitnya penyelesaian kedua kasus ini karena
ada beberapa kepentingan segelintir elit politik negeri ini, sehingga terkesan
saling sandra. Pola penyelesaiannya pun juga hampir sama. Kalau dalam kasus
lapindo, korban yang berada diluar areal terdampak dibiayai dari dana APBN,
dalam kasus century pun demikian rencananya. Untuk nasaba antaboga dalam rapat
terakhir timwas century, ada beberapa yang mengusulkan agar dibiayai dari dana
APBN, walaupun belum ada keputusan yang final, namun apabila dari penjualan
aset sitaan bank century tidak mencukupi, kemungkinan besarnya akan dibiayai
dari APBN. Dan persamaan lainnya pada akhirnya rakyatlah yang menjadi korban.
Rakyatlah yang menderita.
Kita memang patut menyesalkan keputusan pembiayaan atas
kasus yang disebabkan oleh adanya kesalahan perorangan / golongan dan indikasi
adanya moral hazart ini harus dibiayai dari dana APBN, sebagaimana
yang sudah dilakukan dalam rekap obligasi BLBI, dimana sejumlah Rp. 60 triyun
setiap tahun dikeluarkan dari dana APBN. Dana yang dikumpulkan dari uang pajak
masyararakat, seribu-duaribu yang seyogyanya bisa dimanfaatkan untuk memenuhi
kesejahteraan masyarakat ini terpaksa dipakai untuk menutupi kasus-kasus,
akibat dari negara yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
Seandainya orang-orang yang bertanggung jawab terhadap
kasus-kasus tersebut ingat akhirat, mungkin ini tidak akan terjadi. Hutang
sekecil apapun adalah tetap hutang, yang harus dibayar. Rasulullah saw dalam
hadist yang diriwayatkan oleh Ahmad, berkata: “Roh seorang mukmin masih terkatung-katung
sesudah wafatnya)
sampai hutangnya di dunia dilunasi”. Demikian juga dalam hadist yang lain
rasulullah saw menyampaikan bahwa “Penundaan
pembayaran hutang bagi mereka yang mampu adalah satu kezaliman.” (Riwayat
Bukhari –41/585). Dari Ibnu ‘Umar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Barangsiapa yang mati dalam
keadaan masih memiliki hutang satu dinar atau satu dirham, maka hutang tersebut
akan dilunasi dengan kebaikannya (di hari kiamat nanti) karena di sana (di
akhirat) tidak ada lagi dinar dan dirham.” (HR. Ibnu Majahno. 2414).
Cuplikan hadist-hadist tersebut hanya mengingatkan bukan
bermaksud menggurui bahwa yang namanya hutang itu adalah kewajiban dan harus
dibayar, sekalipun yang bersangkutan sudah meninggal dunia. Apalagi sosok ARB
yang merupakan salah satu konglomerat negeri ini, rasanya uang segitu tidak ada
artinya, dibandingkan dengan harga diri dan keluarga yang setiap saat dicemooh
oleh korban lapindo yang belum terselesaiakan ganti ruginya. Apalagi dalam hal
ini ARB yang mencalonkan menjadi RI 1 pada tahun 2014 nanti, sebetulnya
merupakan kesempatan untuk menarik simpati masyarakat, tapi kalau sebaliknya
bukan simpati yang ia dapat melainkan caci maki yang tak kunjung henti.
Akhirnya kita hanya bisa berdoa, semoga negeri ini akan
mendapatkan pemimpin-pemimpin yang benar-benar amanah, yang sanggup
menyelesaikan carud marut negeri ini.
Semoga....
Tidak ada komentar:
:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g:
:h: :i: :j: :k: :l: :m: :n: :o: :p:
Posting Komentar