Selasa, 19 Februari 2013

Kasus Lapindo dan Century, Ujungnya Rakyat Juga yang Menderita


Foto : Kasus Lapindo vs Kasus Century
Mendengar kata lapindo yang terlintas dipikiran kita adalah luapan lumpur di Sidoarjo, dan pasti akan terbayang sosok Abu Rizal Bahri  (ARB). Hal ini wajar karena PT Lapindo,  perusahaan milik ARB yang merupakan salah satu konglomerat dinegeri ini tak henti-hentinya muncul dipemberitaan berbagai media. Terlebih lagi akhir-akhir ini seiring munculnya sosok ARB terutama dimedia televisi sebagai salah satu capres 2014, yang mengekspos visi dan misi yang sepertinya indah tanpa cela, yang ternyata dibalik itu masih menyisakan persoalan yang tak kunjung terselesaikan sampai saat ini. Ya, sejak pertama kali kasus ini mencuat, tepatnya sejak luapan pertamanya terjadi tanggal 29 Mei 2006 silam, lapindo selalu menjadi head line  disetiap pemeberitaannya.


Beberapa hari yang lalu, mencuatnya berita tentang lapindo ini disampaikan oleh SBY yang atas nama Presiden RI, dan disampaikan dalam forum resmi, rapat kabinet, yang tak urung menimbulkan kegaduhan di media, dengan berbagai tafsirnya. Ada yang menyebut SBY sedang mengalihkan perhatian ditengah kemelut yang mendera partai demokrat yang menyebabkan elektabilitasnya semakin menurun, ada juga yang berpandangan wajar sebagai kepala negara menyampaikan hal seperti itu. Terlepas pro dan kontranya penyataan SBY tersebut, menurut penulis lapindo memang harus segera menyelesaikan hutangnya kepada masyarakat yang totalnya sekitar 800 milyar, mengingat sudah terlalu lamanya kasus ini terjadi. Kasihan masyarakat yang kehilangan tempat tinggal, tempat usaha, yang sampai sekarang belum ada kejelasan batas waktu penyelesaiannya.

Lain lapindo lain pula kasus century. Kasus ini juga tak kalah hebohnya dengan kasus lapindo, hal ini karena diduga adanya penyalahgunaan wewenang gubernur BI waktu itu, yang sekarang menjadi wapres. Hampir setiap hari tiada berita yang paling sayang dilewatkan kecuali berita tentang century, terutama saat dibentuknya pansus century oleh DPR dimana disetiap sidangnya disiarkan secara live oleh beberapa televisi swasta, dan sudah pasti menjadi head line diberbagai media, seolah energi bangsa terkuras dalam kasus ini. Dan yang hampir sama dengan kasus lapindo, kasus century yang telah berlangsung beberapa tahun ini, ternyata sampai sekarang belum kelar dan masih menyisahkan berbagai persoalan, terutama yang menyangkut nasaba antaboga.

Kedua kasus baik lapindo maupun century ini, walaupun terjadi pada tempat dan waktu yang berbeda ternyata banyak memiliki kesamaan, diantaranya lamanya dan berbelit-belitnya penyelesaian kedua kasus ini karena ada beberapa kepentingan segelintir elit politik negeri ini, sehingga terkesan saling sandra. Pola penyelesaiannya pun juga hampir sama. Kalau dalam kasus lapindo, korban yang berada diluar areal terdampak dibiayai dari dana APBN, dalam kasus century pun demikian rencananya. Untuk nasaba antaboga dalam rapat terakhir timwas century, ada beberapa yang mengusulkan agar dibiayai dari dana APBN, walaupun belum ada keputusan yang final, namun apabila dari penjualan aset sitaan bank century tidak mencukupi, kemungkinan besarnya akan dibiayai dari APBN. Dan persamaan lainnya pada akhirnya rakyatlah yang menjadi korban. Rakyatlah yang menderita.

Kita memang patut menyesalkan keputusan pembiayaan atas kasus yang disebabkan oleh adanya kesalahan perorangan / golongan dan indikasi adanya moral hazart  ini harus dibiayai dari dana APBN, sebagaimana yang sudah dilakukan dalam rekap obligasi BLBI, dimana sejumlah Rp. 60 triyun setiap tahun dikeluarkan dari dana APBN. Dana yang dikumpulkan dari uang pajak masyararakat, seribu-duaribu yang seyogyanya bisa dimanfaatkan untuk memenuhi kesejahteraan masyarakat ini terpaksa dipakai untuk menutupi kasus-kasus, akibat dari negara yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

Seandainya orang-orang yang bertanggung jawab terhadap kasus-kasus tersebut ingat akhirat, mungkin ini tidak akan terjadi. Hutang sekecil apapun adalah tetap hutang, yang harus dibayar. Rasulullah saw dalam hadist yang diriwayatkan oleh Ahmad, berkata: “Roh seorang mukmin masih terkatung-katung
sesudah wafatnya) sampai hutangnya di dunia dilunasi”. Demikian juga dalam hadist yang lain rasulullah saw menyampaikan bahwa “Penundaan pembayaran hutang bagi mereka yang mampu adalah satu kezaliman.” (Riwayat Bukhari –41/585). Dari Ibnu ‘Umar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang mati dalam keadaan masih memiliki hutang satu dinar atau satu dirham, maka hutang tersebut akan dilunasi dengan kebaikannya (di hari kiamat nanti) karena di sana (di akhirat) tidak ada lagi dinar dan dirham.” (HR. Ibnu Majahno. 2414).

Cuplikan hadist-hadist tersebut hanya mengingatkan bukan bermaksud menggurui bahwa yang namanya hutang itu adalah kewajiban dan harus dibayar, sekalipun yang bersangkutan sudah meninggal dunia. Apalagi sosok ARB yang merupakan salah satu konglomerat negeri ini, rasanya uang segitu tidak ada artinya, dibandingkan dengan harga diri dan keluarga yang setiap saat dicemooh oleh korban lapindo yang belum terselesaiakan ganti ruginya. Apalagi dalam hal ini ARB yang mencalonkan menjadi RI 1 pada tahun 2014 nanti, sebetulnya merupakan kesempatan untuk menarik simpati masyarakat, tapi kalau sebaliknya bukan simpati yang ia dapat melainkan caci maki yang tak kunjung henti.
Akhirnya kita hanya bisa berdoa, semoga negeri ini akan mendapatkan pemimpin-pemimpin yang benar-benar amanah, yang sanggup menyelesaikan carud marut negeri ini.

Semoga....



Tidak ada komentar:

Posting Komentar